Sebuah Cerita Yang Sangat Menyen##h

Inilah kondisi yang aku tidak sukai setelah membaca karya sastra yang sangat bagus, kondisi dimana untuk beberapa saat aku mejadi malas untuk membaca.
Aku baru saya membaca sebuah cerpen karya Leo Tolstoy yang dalam versi bahasa indoensia berjudul “Bapa Sergius”. Sepintas cerpen ini terlihat hanya bercerita seputar perjalanan hidup Bapa Sergius dari seorang panglima pasukan kerajaan menjadi seorang pesiarah dan akhirnya meninggal disebuah desa ditengah-tengah keluarga petani yang dibantunya. Cerita inipun mirip dengan cerita hidup seorang sufi dalam khasanah islam. Menurut salah seorang teman, cerita ini mirip dengan cerita perjalanan hidup Tolstoy sendiri tapi terlepas dari itu semua, cerpen Bapa Sergius bagiku adalah sebuah cerita yang sangat menyentuh (meski bagian awalnya sedikit membosankan -khas Tolstoy yang bergaya klasik- tapi pada bagian akhirnya aku ingin menangis ketika membacanya**).


Cerpen Bapa Sergius semakin memperkuat anggapanku atas Tolstoy sebagai seorang anarcho-religius dan seorang pasifis (kesukaanku pada Tolstoy jangan membuat anggapan bahwa akupun suka Gandhi. Aku tak senang pada Gadhi sebab aku tidak pernah membaca karya sastranya dan dia terlalu populer meski aku tidak yakin apakah Gandhi senang dengan kepopulerannya). Salah seorang temanku yang lain menganggap Tolstoy sebagai seorang yang tetap menerima konsep hirarki tapi bagiku itu bukan soal sebab bukankah hal tersebut memang merupakan sesuatu yang kerap ada dalam anarcho-religius tapi menurutku konsep hirarki dalam anarcho-religius berbeda dari konsep hirarki pada umumnya (mungkin sama dengan perbedaan konsep demokrasi dalam anarchy dengan konsep demokrasi pada umumnya) karena itu mesti dikaji lebih dalam.
Karya-karya Tolstoy memang sangat menyentuh sampai-sampai seorang lenin yang otoriter sempat berkata “kalian harus membaca karya-karya Tolstoy !” pada siswa-siswa dalam sebuah kunjungan (mudah-mudahan ini bukan topeng manis dari seorang politikus yang lagi menarik simpati orang-orang) bahkan menurut gosip (yang belum jelas) disaat-saat menjelang kematiannya lenin meminta dibacakan sebuah karya Tolstoy (harusnya kawan-kawan yang sangat memuja lenin juga membaca karya-karya Tolstoy -oi...baca sastra donk biar nggak garing, biar tidak jadi robot-robot revolusi yang tak berhasrat).

Kok tulisan ini jadi tidak mirip resensi buku ?#@**()#%^
2 paragraf terakhir kok jadi ngawur *&(*&^%@@##$%%, sudahlah...yang jelas cerpen “Bapa Sergius” karya Tolstoy layak menjadi sebuah bacaan pengganti cerita basi ayat-ayat cinta dan cerita-cerita sejenis yang membuatku mual dan ingin kencing.


* Aku membaca cerpen “Bapa Sergius” versi bahasa indoensia dalam kumpulan cerpen “Setelah Pesta
Dansa” karya Leo Tolstoy yang diterbitkan oleh Penerbit Progress (ini informasi bukan iklan).
** terpaksa aku jujur untuk memberi kesan bahwa cerita ini memang sangat bagus bagiku.

Posted in Diposting oleh ....

 
wake up before too late.//edited by zukozen